Sebelum menjadi presiden, Boluarte menjabat sebagai wakil presiden dalam pemerintahan Pedro Castillo. Sejak awal masa kepemimpinannya, ia menghadapi gelombang penolakan besar dari masyarakat.
Dalam tiga bulan pertama masa jabatannya, tercatat lebih dari 500 aksi protes yang menuntut pengunduran dirinya. Skandal politik dan meningkatnya angka kejahatan memperburuk citra pemerintahannya di mata publik.
Dalam pidato militer pada Rabu (8/10/2025), Boluarte menuding imigrasi ilegal sebagai penyebab utama meningkatnya kejahatan di Peru. Ia juga menyalahkan pemerintahan sebelumnya karena dianggap membuka perbatasan tanpa pengawasan yang memadai.
Gelombang kekerasan dan krisis politik terbaru ini memperdalam ketidakstabilan di negara Amerika Selatan tersebut. Perdana Menteri Eduardo Arana sempat membela Boluarte dalam sidang parlemen, menyatakan bahwa pemakzulan bukanlah Solusi.
Namun, mayoritas anggota kongres tetap bersikeras mencopot sang presiden. Sementara itu, Arana menegaskan bahwa pemerintah siap meninggalkan jabatan kapan pun jika itu merupakan kehendak rakyat.