Menurutnya, MBG jadi program penting untuk membantu masyarakat, khususnya kalangan kurang mampu.
"Jadi, perlu terus berjalan dengan sistem pengawasan yang lebih ketat demi menjamin kualitas makanan," katanya.
Sebelumnya, Badan Gizi Nasional (BGN) melaporkan ada 70 kasus keracunan sepanjang Januari hingga September 2025 dan dari puluhan kasus itu sebanyak 5.914 penerima MBG terkena dampaknya.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang saat jumpa pers di Kantor BGN, Jakarta, Jumat (26/9), menyatakan BGN bertanggung jawab penuh dan berjanji untuk berbenah agar kejadian serupa tak terulang ke depannya.
Dari 70 kasus itu, sembilan kasus dengan 1.307 korban ditemukan di wilayah I Sumatera, termasuk di Kabupaten Lebong, Bengkulu dan Kota Bandar Lampung, Lampung.
Kemudian, di wilayah II Pulau Jawa, ada 41 kasus dengan 3.610 penerima MBG yang terdampak dan di wilayah III di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara ada 20 kasus dengan 997 penerima MBG yang terdampak.
Dari 70 kasus keracunan itu, penyebab utamanya ada kandungan beberapa jenis bakteri yang ditemukan, yaitu e.coli pada air, nasi, tahu, dan ayam. Kemudian, staphylococcus aureus pada tempe dan bakso, salmonella pada ayam, telur, dan sayur, bacillus cereus pada menu mie dan coliform, PB, klebsiella, proteus dari air yang terkontaminasi.