Keputusan Trump tersebut bertujuan untuk mengekang apa yang digambarkan pemerintahan Trump sebagai penyalahgunaan sistem visa yang meluas, khususnya bagi perusahaan yang menggantikan pekerja bidang teknologi AS dengan tenaga kerja asing berbiaya lebih rendah.
Visa H-1B memungkinkan perusahaan mempekerjakan sementara pekerja asing di AS secara non-imigran dalam pekerjaan khusus dengan prestasi dan kemampuan yang luar biasa.
Pekerjaan khusus dimaksud adalah yang membutuhkan penerapan teoretis dan praktis terhadap pengetahuan khusus dan gelar sarjana dalam spesialisasi tertentu misalya sains, kedokteran, perawatan kesehatan, pendidikan, bioteknologi, dan spesialisasi bisnis.
Keputusan tersebut dapat menjadi pukulan telak bagi sektor teknologi yang sangat bergantung pada pekerja terampil dari India dan China.
India merupakan penerima manfaat visa H-1B terbesar tahun lalu, dengan 71 persen dari total penerima yang disetujui, sementara China berada di posisi kedua dengan 11,7 persen, menurut data pemerintah.
Jumlah pekerja asing di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) di AS meningkat lebih dari dua kali lipat antara periode 2000 hingga 2019 menjadi hampir 2,5 juta orang, bahkan karena secara keseluruhan lapangan kerja STEM hanya meningkat 44,5 persen selama periode tersebut.